Minggu, 28 November 2010

Pembangunan Kesehatan Di Masyarakat

(Hubungan Terhadap Pembangunan Kesehatan Di Masyarakat)

       Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,jiwa,dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.pemeliharaan kesehatan adalah upaya penangulangaan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,pengobatan,  dan perawatan termasuk kehamilan dan persalinan Ddata terakhir menunjukan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan serta menjaga kesehatan .


       Adapun upaya-upaya pemerintah dan pembangunan kesehatan di masyarakat adalah Untuk mencapai sasarabn millenium development goals(MDGs) yaitu angka kematian ibu (AKI) SEBESAAR 102 PER 100.000 kelahiran hidup (KH) dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000 KH pada tahun 2015,perlu upaya percepatan yang lebih besar dan kerja  keras karena kondisi saat ini,AKI 307 per 100.00 KH dan AKB 34 per 1.000 KH.  hal ini sambutan menkes yang di bacakan sekretaris jenderal kementrian kesehatan dr.ratna rosita hendardji,MPH dalam kampanye program  perencanaan persalinan pencegahan  komplikasi(P4K) dan pengunaan buku KIA,bekerja sama dengan solidaritas istri kabinet bersatu (SIKIB),di jakarta (3/2/2010). 

       Hal ini mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat di pahami dalam konteks pengertian yang lain sedangkan definisi sakit ialahs eseorang di katakan akit apabila ia menderita penyakit nenahu(kronis) atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas/kegiatan terganggu, walaupun seseorang sakit(istilah sehari-hari)seperti masuk angin,pilrk,tetapi tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya,maka ia dianggap tidak sakit,  pembangunan kesehatan yang ada berguna bagi kebutuhan hidup serta bermanfaat bagi kehidupan orang banyak 





sumber referensi:
http://www.google.co.id/search?q=Hubungan+Terhadap+Pembangunan+Kesehatan+Di+Masyarakat&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a

Masa Nifas

(Aspek Sosial Budaya Pada Masa Nifas)

       Aspek budaya pada masa nifas adalah suatu hal yang mendasar , yang berasal dari bahasa sanserketa yaitu buddhayah merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) . serta mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama. Masa nifas adalah dimana kelahiran plasenta berakhir sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamnya 6 minggu-8 minggu, selain itu juga masa nifas juga merupakan masa kritis pada bayi , sebab dua pertiga kematian bayi terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir . untuk itu perawatan pada masa nifas merupakan hal yang sangat penting untuk di perhatikan .

       Adapun macam-macam perawatan pada ibu dan bayi diantaranya perawatan masa nifas mencakup berbagi aspek mulai dari pengaturan mobilisasi, anjuran untuk kebersihan diri , pengaturan diet, terutama untuk kelancaran pemberian air susu ibu guna pemenuhan nutrisi bayi, perawatan juga memanfaatkan sistem pelayanan biomedical . Adapun cara untuk Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan rujuk bila perdarahan berlanjut. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.


       Berikut ini macam-macam aspek  pada masa nifas diantaranya pada masa nifas dilarang makan telur, daging, udang, ikan laut dan lele, keong, daun lembayung, buah pare, setelah melahirkan atau setelah operasi hanya boleh makan tahu dan tempe tanpa garam “ngayep” dilarang banyak makan dan minum, pada masa nifas dilarang tidur siang, pada masa nifas ibu setelah melahirkan dan bayinya harus dipijat/ diurut, diberi pilis / lerongan dan tapel dan pada Masa nifas ini ibu juga harus minum abu dari dapur dicampur air, disaring, dicampur garam dan asam diminumkan supaya ASI banyak.


       Untuk mengetahui pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas di wilayah Puskesmasyakni ada dua secara teoritis dan secara praktis. Secara teoritis, penelitian ini sangat bermanfaat untuk mengetahui secara spesifik mengenai gambaran pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas. Adapun secara praktis untuk meningkatkan kualitas pengetahuan kesehatan khususnya tentang tanda-tanda bahaya masa nifas dan enambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan ilmu pada bidang asuhan kebidanan nifas khususnya tentang tanda-tanda bahaya masa nifas.
 

sumber referensi:
Soepardan, Soeryani. 2007. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
 

Tujuan Pembangunan Pada Masyarakat Di Bidang Kesehatan

(Cara Pendekatan Sosial Budaya Dalam Praktik Kebidanan)

       Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badandan sosial  yang memungkinkan setiap orang hidup secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain sedangkan definisi yang bahkan lebih sederhana pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusi bagi kesehatan masyarakat .kesehatan dari lembaga atau perusahan di bidang pemeliharaan kesehatan Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih sulit  berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.

       Adapun Kesehatan Menurut Undang-Undang (UU) ialah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis, upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat dan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan  melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sarana  kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan dan kesehatan adalah sesuatu yang sangat berguna

       Adapun tujuan kesehatan dalam segala aspek, diantaranya memajukan kesejahteraan bangsa yang berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang , pangan , pendidikan kesehatan, lapangan  kerja dan ketenteraman hidup. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal  berada di tangan seluruh masyarakat Indonesia pemerintahan .

       Untuk jangka panjang, tujuan  pembangunan dalam bidang kesehatan diarahkan untuk tercapainya tujuan utama sebagai berikut diantaranya peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan, perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan, peningkatan status gizi masyarakat, pengurangan kesakitan dan kematian dan pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Sedangkan tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan adalah terbagi dua, secara umum dan secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia, melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia dan melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular. Adapun tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang di antaranya berupa menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan, makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat, pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan ekosistem, limbah  cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah sakit dan lain-lain, penularan penyakitnya, perumahan  dan pembangunan  yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan dan radiasi serta kesehatan kerja. Tujuan dari pembagunan kesehatan adalah yang berpengaruh pada keadaan lingkungan , ruang lingkup , serta segala aspek yang ada dan sumber undang-undang hukum di masyarakat. Sumber nya Undang-undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan & Undang-undang No.29 Tahun 2004.


sumber referensi:

http://erlitagustin04.blogspot.com/

Nilai-Nilai Filosofi Dalam Pembangunan

(Cara Pendekatan Sosial Budaya Dalam Praktik Kebidanan)

       Filsafat hukum dan pembangunan merupakan dua konsep yang berbeda. Filsafat hukum sebagai suatu disiplin keilmuan, sementara pembangunan hukum merupakan suatu kebijaksanaan yang bersifat nasional dalam bentuk pembangunan di bidang hukum. Pembangunan di bidang hukum menjadi penting karena bertujuan untuk menghasilkan produk-produk hukum yang dapat mendukung dan mengamankan pembangunan nasional, karena aktualisasi dari suatu negara. Pembangunan nasional pada dasarnya memiliki arti penting dan strategis dalam kehidupan bangsa Indonesia. Disebabkan karena pembangunan hukum nasional merupakan upaya untuk mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana yang disyaratkan pada pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

       Pembangunan hukum yang dilandasi oleh nilai dasar atau nilai ideologis, nilai historis, nilai yuridis serta nilai filosofinya akan memberikan dampak positif bagi masyarakat untuk dapat menikmati rasa keadilan, kepastian manfaat hukum yang pada akhirnya akan bermuara pada pembentukan sikap dan kesadaran masyarakat terhadap hukum. Bagi masyarakat yang sedang membangun sebagaimana halnya masyarakat Indonesia, membangun termasuk di dalamnya membangun hukum tidak saja berarti kontrol dalam kehidupan masyarakat, akan tetapi hukum yang dibangun harus juga berfungsi sebagai sarana untuk memelihara dan sekaligus untuk mengembangkan potensi pembangunan nasional secara lebih luas. Pentingnya hukum dibangun agar hukum dapat menjadi sarana pembangunan dan pembaharuan masyarakat yang kita harapkan. Hukum juga dapat berperan sebagai objek pembangunan dalam rangka mewujudkan hukum yang ideal sesuai dengan nilai-nilai hidup di masyarakat.

       Dalam hal mengintegrasikan dimensi kependudukan dalam perencanaan pembangunan (baik nasional maupun daerah) maka manfaat paling mendasar yang diperoleh adalah besarnya harapan bahwa penduduk yang ada didaerah tersebut menjadi pelaku pembangunan dan penikmat hasil pembangunan. Itu berarti pembangunan berwawasan kependudukan lebih berdampak besar pada peningkatan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan dibanding dengan orientasi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth). Pembangunan berwawasan kependudukan ada suatu jaminan akan berlangsung proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan berwawasan kependudukan menekankan pada pembangunan lokal, perencanaan berasal dari bawah (bottom up planning), disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, dan yang lebih penting adalah melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.

       Pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.Dan juga keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan.Apa yang dapat dipelajari dari krisis ekonomi yang berlangsung saat ini adalah bahwa Indonesia telah mengambil strategi pembangunan ekonomi yang tidak sesuai dengan potensi serta kondisi yang dimiliki.

Pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.Dan juga keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.


sumber referensi:
Ø                   Harjito Notopuro, Konsep Filsafat Hukum Pembangunan Nasional, Jakarta P.T Raja Grafindo, 1993
Ø                   www.google.com, nilai falsafah pembangunan masyarakat

Pendekatan Melalui Agama

(Cara Pendekatan Sosial Budaya Dalam Praktik Kebidanan)    

       Negara kita bangsa Indonesia memiliki lima agama yang diakui yaitu Islam, Kristen Katolik, Protestan, Budha dan Hindu. Selain itu bangsa Indonesia juga memiliki begitu banyak kesenian tradisional serta perkumpulan-perkumpulan dari berbagai suku ataukesamaan yang biasanya disebut paguyuban. Dalam memberikan praktek pelayanan kebidanan perlu kita lakukan pendekatan diantaranya pendekatan melalui agama, kesenian tradisi, paguyuban serta dengan cara-cara lainnya. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan masyarakat menerima bahwa pelayanan atau informasi yang diberikan petugas bukanlah sesuatu yang tabu. 

       Dalam memberikan pelayanan kebidanan seorang bidan lebih bersifat promotif dan preventif bukan bersifat kuratif, serta mampu menggerakkan peran serta masyarakat dalam upaya sesuai dengan prinsip-prinsip PHC. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggungjawabnya dalam menggerakkan PSM khususnya berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut.

       Agama dapat memberikan petunjuk atau pedoman pada umat manusia dalam menjalani hidup meliputi seluruh aspek kehidupan. Selain itu agama juga dapat membantu umat manusia dalam memecahkan berbagai masalah hidup yang sedang dihadapi. Adapun aspek-aspek pendekatan melalui agama dalam memberikan pelayanan kebidanan dan kesehatan diantaranya agama memberikan petunjuk kepada manusia untuk selalu menjaga kesehatannya, agama memberikan dorongan batin dan moral yang mendasar dan melandasi cita-cita dan perilaku manusia dalam menjalani kehidupan yang bermanfaat baik bagi dirinya, keluarga, masyarakat serta bangsa, agama mengharuskan umat manusia untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam segala aktivitasnya dan agama dapat menghindarkan umat manusia dari segala hal-hal atau perbuatan yang bertentangan dengan ajarannya.

       Berbagai aspek agama dalam memberikan pelayanan kesehatan terdiri dari upaya-upaya pelayanan kesehatan yang ditinjau dari segi agama diantaranya upaya pemeliharaan kesehatan. Upaya dini yang dilakukan dalam pemeliharaan kesehatan dimulai sejak ibu hamil yaitu sejak janin di dalam kandungan. Hal tersebut bertujuan agar bayi yang dilahirkan dalam keadaan sehat begitu juga dengan ibunya. Kesehatan merupakan faktor utama bagi umat manusia untuk dapat melakukan atau menjalani hidup dengan baik sehingga dapat terhindari dari berbagai penyakit dan kecacatan. Adapun beberapa langkah yang dapat memberikan tuntunan bagi umat manusia untuk memelihara kesehatan yang dianjurkan oleh agama antara lain makan makanan yang bergizi, menjaga kebersihan (hadist mengatakan bahwasanya kebersihan sebagian dari iman), berolah raga, pengobatan diwaktu sakit dan upaya pencegahan penyakit. Dalam ajaran agama pencegahan penyakit lebih baik dari pada pengobatan di waktu sakit.

       Adapun upaya-upaya pencegahan penyakit diantaranya dengan pemberian imunisasi (imunisasi dapat diberikan kepada bayi dan balita, ibu hamil, WUS, murid SD kelas 1 sampai kelas 3), pemberian ASI pada anak sampai berusia 2 tahun, dimana pada surah Al-Baqarah ayat 233 memerintahkan seorang ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI sampai ia berusia 2 tahun,.dan memberikan penyuluhan kesehatan, hal ini dapat dilakukan pada kelompok pengajian, atau kelompok-kelompok kegiatan keagamaan lainnya. Adapun upaya pengobatan penyakit Nabi SAW, Nabi Muhammmad SAW bersabda : ” Bagi setiap penyakit yang diturunkan Allah SWT, ada obat yang diturunkan-Nya”. Dalam hal ini umat manusia dinjurkan untuk berobat jika sakit.

       Pandangan agama (Islam) terhadap pelayanan Keluarga Berencana (KB). Ada dua pendapat mengenai hal tersebut yaitu memperbolehkan dan melarang penggunaan alat kontrasepsi tersebut. Karena ada beberapa ulama yang .mengatakan penggunaan alat kontrasepsi itu adalah sesuatu atau hal yang sangat bertentangan dengan ajaran agama karena berlawanan dengan takdir atau kehendak Allah SWT. Adapun pendapat atau pandangan agama (Islam) dalam pemakaian IUD. Ada dua pendapat yaitu memperbolehkan atau menghalalkan dan melarang atau mengharamkan. Pendapat atau pandangan agama yang memperbolehkan atau menghalalkan pemakaian kontrasepsi IUD diantaranya yang menjarangkan kehamilan dan menghentikan kehamilan. Dengan menggunakan kontrasepsi tersebut keluarga dapat merencanakan jarak kehamilan sehingga ibu tersebut dapat menjaga kesehatan ibu, anak dan keluarga dengan baik dan jika di dalam suatu keluarga memiliki jumlah anak yang banyak, tentunya sangat merepotkan dan membebani perekonomian keluarga. Selain itu bertujuan memberikan rasa aman kepada ibu. Karena persalinan dengan factor resiko/resiko tinggi dapat mengancam keselamatan jiwa ibu. Agar ibu dapat beristirahat waktu keseharian ibu tidak hanya digunakan untuk mengurusi anak dan keluarga. Pendapat atau pandangan agama yang melarang atau mengharamkan pemakaian kontrasepsi IUD ialah yang bersifat aborsi ( bukan kontrasepsi), mekanisme IUD yang belum jelas, karena IUD dalam rahim tidak menghalangi pembuahan sel telur bahkan adanya IUD sel mani masih dapat masuk dan dapat membuahi sel telur (masih ada kegagalan) dan pemakaian IUD dan sejenisnya tidak dibenarkan selama masih ada obat-obatan dan alat lainnya. Selain itu pada waktu pemasangan dan pengontrolan IUD harus dilakukan dengan melihat aurat wanita.

       Adapun dalam pelayanan kotrasepsi sistem operasi yaitu MOP dan MOW juga mempunyai dua pendapat atau pandangan yaitu memperbolehkan dan melarang. Pendapat atau pandangan yang memperbolehkan yakni apabila pasangan suami istri dalam keadaan yang sangat terpaksa dalam kaedah hukum (Islam) mengatakan ”Keadaan darurat memperbolehkan hal-hal yang dilarang dengan alasan kesehatan/keselamatan jiwa” dan sama halnya mengenai melihat aurat orang lain apabila diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan dan tindakan hal tersebut dapat dibenarkan. Adapun pandangan atau pendapat yang melarang yakni sterilisasi berakhir dengan kemandulan. Hal ini bertentangan dengan tujuan utama perkawinan yang mengatakan bahwa perkawinan bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat juga untuk mendapatkan keturunan, mengubah ciptaan Tuhan dengan cara memotong atau mengikat sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran mania tau tuba) dan dengan melihat aura orang lain.

sumber referensi:

1. George M. Foster dan Barbara Galatin Anderson. Antropologi Kesehatan. UI Press. Jakarta 1986
2. Depkes RI, MA 103, Ilmu Sosial Budaya Dasar. Untuk Prog Bidan Pusdiknakes. Jakarta 1996.
3. Nasrul Effendi. Drs. Perawatan Kesehatan Masyarakat, EGC. Jakarta 1998

Sabtu, 27 November 2010

Pendekatan Melalui Kesenian Tradisional

(Cara Pendekatan Sosial Budaya Dalam Praktik Kebidanan)

       Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan saat ini dihadapkan pada masyarakat yang lebih terdidik dan mampu memberi pelayanan kesehatan yang di tawarkan atau dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat menginginkan pelayanan kesehatan yang murah, nyaman, sehingga memberi kepuasan (sembuh cepat dengan pelayanan yang baik). Rumah sakit perlu mengembangkan suatu system pelayanan yang didasarkan pada pelayanan yang berkualitas baik, biaya yang dapat di pertanggung jawabkan dan diberikan pada waktu yang cepat dan tepat.Rumah sakit sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan, dalam memproduksi jasa pelayanan kesehatan (pelayanan medis dan kebidanan), untuk masyarakat menggunakan berbagai sumber daya seperti ketenangaan, mesin, bahan, fasilitas, modal, energi dan waktu.
       Pelayanan praktik kebidanan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu, tenaga bidan bertanggungjawab memberikan pelayanan kebidanan yang optimal dalam meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan kebidanan yang diberikan selama 24 jam secara berkesinambungan. Bidan harus memiliki keterampilan professional,ataupun global. Agar bidan dapat menjalankan peran fungsinya dengan baik, maka perlu adanya pendekatan sosial budaya yang dapat menjembati pelayanannya kepada pasien.
       Tercapainya pelayanan kebidanan yang optimal, perlu adanya tenaga bidan yang professional dan dapat diandalkan dalam memberikan pelayanan kebidanan berdasarkan kaidah-kaidah profesi, antara lain: memiliki pengetahuan yang adekuat, dan menggunakan pendekatan asuhan kebidanan. Bidan dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi,melalui pendekatan social dan budaya yang akurat. Bentuk-bentuk pendekatan yang dapat digunakan dengan berbagai cara misalnya paguyuban, kesenian tradisional, agama dan sistem banjar. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan masyarakat menerima bahwa pelayanan atau informasi yang diberikan petugas,bukanlah sesuatu yang tabu. Dalam memberikan pelayanan kebidanan seorang bidan lebih bersifat Promotif dan Preventif bukan bersifat Kuratif. Serta seorang bidan juga harus mampu menggerakkan Peran serta Masyarakat khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
       Istilah seni pada mulanya berasal dari kata Ars (latin) atau Art (Inggris) yang artinya kemahiran. Ada juga yang mengatakan kata seni berasal dari bahasa belanda yang artinya genius atau jenius. Sementara kata seni dalam bahasa Indonesia berasal dari kata sangsekerta yang berarti pemujaan. Dalam bahasa tradisional jawa, seni artinya Rawit pekerjaan yang rumit – rumit / kecil. Adapun pengertian seni menurut para ahli budaya diantaranya menurut Drs. Popo Iskandar berpendapat, seni adalah hasil ungkapan emosi yang ingin disampaikan kepada orang lain dalam kesadaran hidup bermasyarakat / berkelompok. Ahdian karta miharja, berpendapat seni adalah kegiatan rohani yang merefleksikan realitas dalam suatu karya yang bentuk dan isinya, mempunyai bentuk untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam rohani penerimanya. Kesenian merupakan produk dari manusia sebagai homeostetiskus. Setelah manusia dapat mencukupi kebutuhan fisiknya, maka manusia perlu dan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan psikisnya. Manusia semata-mata tidak hanya memenuhi isi perut, tetapi perlu juga pandangan indah serta suara merdu, semua dapat dipenuhi melalui kesenian. Namun kesenian secara umum, dikenal dengan rasa keindahan karena diperuntukkan guna melengkapi kesejahteraan hidup. Rasa keindahan yang dirasakan dapat dimiliki dan disalurkan oleh setiap orang sedangkan ksenian tradisional adalah kesenian yang di pegang teguh pada norma dan adat kebiasaan, yang ada secara turun menurun atau kesenian baru hasil dari pengembangan kebudayaannya.
       Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang di anugerahi oleh perasaan dan kemauan secara naluriah prantara budaya, untuk menyatakan rasa seninya, baik secara aktif dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan apresiatif. Dalam kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan terhadap kesenian seolah kita memasuki suatu alam rasa yang kasat mata. Kesenian sebagai karya kasat mata, perwujudannya itu adalah merupakan wadah pembabaran ide yang bersifat batiniah dalam mengadakan pendekatan terhadap kesenian seluruh panca indera kita, khususnya penglihatan perabaan dan perimbangan kita terlibat dengan asiknya terhadap bentuk kesenian itu yang terdiri dari aneka warna, garis, bidang, tekstur dan sebagainya, yang bersifat lahiriah untuk lebih jauh menghayati isi yang terbabar dalam karya kesenian itu, serta ide yang melantar belakangi kehadirannya.Maka dalam pendekatan terhadap kesenian, kita tidak cukup hanya bersimpati terhadap kesenian itu, tetapi lebih dari itu yaitu secara empati. Empati berasal dari kata yunani berarti merasa sama. Jadi dalam menghayati suatu karya seni secara empati berarti kita menempatkan diri kita ke dalam karya seni itu. 

       Apresiasi seni adalah kesadaran akan nilai seni yang meliputi pemahaman dan kemampuan untuk menghargai karya seni. Yang menjadi sumber apresiasi seni adalah kepekaan eksistensi yang berkembang pada diri masing-masing, yang tidak disadari sesuai dengan lingkungan yang membinanya.Pengetahuan kesenian yang meliputi pengetahuan mengenai karya seni, sejarah seni, perkembangan kesenian dan estetika manusia. Hakikat karya seni adalah wujud dari hasil dan usaha untuk mengungkapkan gagasan persepsi citreu pemecahan bentuk dan penemuan-penemuan baru. Hakekat karya seni adalah wujud dari hasil dan usaha.dan peranannya. Seni sebagai kebutuhan. Dalam memenuhi kebutuhan hidup maka manusia melengkapi dirinya dengan berbagai perlengkapan dan peralatan sebagai penunjang atau pelengkap untuk penyempurnaan pekerjaannya. Seni sebagai ungkapan gagasan dan alat komunikasi. Sebagai ungkapan gagasan. Untuk mengungkapkan buah pikiran dalam suatu wujud, yang nyata dan dapat ditanggapi atau dipergunakan oleh orang lain. Alat komunikasi yaitu berisi pesan yang diinformasikan pada orang lain, dan masyarakat baik dalam bentuk buah pikiran, perasaan, maupun segala harapan dapat juga berupa pernyataan kritik, ketidaksetujuan atau ketidaksepahaman biasanya diungkapkan dalam bentuk karton dan nyanyian dalam drama modern. Kesenian sebagai media penyuluhan kesehatan. Seorang petugas bisa menyelipkan pesan-pesan kesehatan didalamnya, misalnya kesenian wayang kulit, dapat dimasukkan pesan-pesan kesehatan misalnya, mengenai perilaku hidup bersih dan sehat, makanan bergizi, dll dan menciptakan lagu berisikan tentang permasalahan kesehatan dalam bahasa daerah setempat. Kesenian sebagai seni terapi.Kesenian sebagai terapi pada kejiwaan,sebagai pelipur rala. Kita ketahui kehidupan zaman sekarang ini permasalahan semakin kompleks, tubuh dan jiwa manusia mempunyai batas untuk dapat mengatasinya. Untuk itu dengan seni diharapkan akan memberikan dampak positif dalam mengatasi stress tersebut baik stres fisik maupun batin. Misalnya dengan menyanyi, menciptakan lagu, seni memahat patung, dll.



sumber referensi:
Diambil pada tanggal 9 Oktober 2010

Dimbil pada tanggal 13 Oktober 2010

Adat-Istiadat Perkawinan Di Daerah (Aceh)

(Aspek Sosial Budaya Pada Perkawinan)
       Aspek sosial budaya sangat berpengaruh pada pola kehidupan manusia. Dalam era globalisasi berbagai perubahan yang ekstrempada masa ini menuntut smua manusia lebih memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan anak, yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada.
       Fakta -fakta kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi – konsepsi mengenai berbagai pantangan , hubungan sebab-akibat antara makanan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan sering kali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap  kesehatan ibu dan anak. Pola makan misalnya pasca dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.
       Aspek sosial budaya setiap perkawinan berdasarkan pola penyesuaian perkawinan dilakukan secara bertahap. Pada fase pertama adalah bulan madu pasangan masih menjalani hidup dengan penuh  kebahagiaan dan hal itu karena didasari rasa cinta diawal perkawinan. Pada fase perkenalan kenyataan, pasangan mengetahui karakteristik dan kebiasaan yang sebenarnya dari pasangan. Pada fase kedua mulai terjadi krisis perkawinan terjadi proses penyesuaian akan adanya perbedaan yang terjadi. Apabila sukses dalam menerima kenyataan maka akan dilanjutkan dengan suksesnya fase menerima kenyataan. Apabila pasangan sukses mengatasi problema keluarga dengan beradaptasi dan membuat peraturan dan kesepakatan dalam rumah tangga maka fase kebahagiaan sejati akan diperolehnya.
       Menurut aspek sosial budaya, faktor pendukung keberhasilan penyusuaian perkawinan mayoritas subjek terletak dalam hal saling memberi dan menerima cinta, ekspresi, saling menghormati dan menghargai, saling terbuka antara suami istri. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menjaga kualitas hubungan antar pribadi dan pola-pola perilaku yang dimainkan oleh suami maupun istri, serta kemampuan menghadapi dan menyikapi perbedaan yang muncul, sehingga kebahagian dalam hidup berumah tangga akan tercapai.
       Faktor penghambat yang mempersulit penyesuaian aspek sosial budaya  terletak dalam hal baik suami maupun istri tidak bisa menerima perubahan sifat dan kebiasaan diawal pernikahan, suami maupun istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah,perbedaan budaya dan agama diantara suami dan istri, suami maupun istri tidak tahu peran dan tugas nya dalam berumah tangga. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menyikapi perubahan, perbedaan,pola penyesuaian serta hal – hal baru dalam perkawinan sehingga masing-masing pasangan gagal dalam menyesuaikan diri satu sama lain.
       Adapun salah satu contoh aspek sosial budaya perkawinan di provinsi Aceh, perkawinan  adalah sesuatu yang sangat sakral  di dalam budaya masyarakat  Aceh sebab hal ini berhubungan dengan nilai-nilai keagamaan. Perkawinan mempunyai nuansa tersendiri dan sangat dihormati oleh masyarakat. Upacara perkawinan pada masyarakat Aceh merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari beberapa tahap, mulai dari pemilihan jodoh (suami/istri), pertunangan dan hingga upacara peresmian perkawinan. Suatu kebiasaan bagi masyarakat Aceh, sebelum pesta perkawinan dilangsungkan terlebih dahulu tiga hari tiga malam diadakan upacara meugaca atau boh gaca (berinai) bagi pengantin laki – laki dan pengantin perempuan di rumahnya masing – masing. Tampak kedua belah tangan dan kaki pengantin  dihiasi dengan inai.
       Pada puncak acara peresmian perkawinan, maka diadakan acara pernikahan. Setelah selesai acara nikah, linto baro di bimbing ke pelaminan persandingan, di mana dara baro telah terlebih dahulu duduk menunggu. Sementara itu dara baro bangkit dari pelaminan untuk menyembah suaminya. Penyembahan suami ini disebut dengan seumah teuot linto. Setelah dara baro teuot linto, maka linto baro memberikan sejumlah uang kepada dara baro yang disebut dengan pengseumemah (uang sembah). Selama acara persandingan ini, kedua mempelai dibimbing oleh seorang nek peungajo. Biasanya yang menjadi peungajo adalah seorang wanita tua. Kemudian kedua mempelai itu diberikan makan dalam sebuah pingan meututop (piring adat) yang indah dan besar bentuknya.
       Selanjutnya kedua mempelai tadi di peusunteng (disuntingi) oleh sanak keluarga kedua belah pihak yang kemudian diikuti oleh para jiran (tetangga). Keluarga pihak linto baro menyuntingi (peusijuk atau menepung tawari) dara baro dan keluarga pihak dara baro menyuntingi pula linto baro. Tiap – tiap orang menyuntingi selain menepung tawari dan melekatkan pulut kuning di telinga temanten, juga memberi sejumlah uang yang disebut teumentuk. Acara peusuntengini lazimnya didahului oleh ibu linto baro, yang kemudian disusul oleh orang lain secara bergantian dan apabila acara peusunteng sudah selesai, maka rombongan linto baro minta ijin untuk pulang ke rmahnya. Linto baro turut pula dibawa pulang. Ada kalanya pula linto baro tidak dibawa pulang, ia tidur di rumah dara baro, tetapi pada pagi – pagi benar linto baro sudah meninggalkan rumah dara baro karena malu menurut adat, bila linto baro masih di rumah dara baro sampai siang.

sumber referensi:
http://indogear.co.cc/index